2/12/2009

Dari Ruang Utama Hingga Anak Tangga ikuti kuliag budaya gratis



Sabtu pagi itu Gedung Lengkung Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada dipenuhi dengan orang-orang. Mulai dari tua hingga muda. Mulai dari rektor, dosen, mahasiswa hingga masyarakat biasa. Baik dari UGM atau luar UGM. Bahkan beberapa tokoh budaya dan sosial turut hadir dalam event tahunan yang selalu diadakan UGM. Rupanya hari itu, sang Direktur Sekolah Pasca Sarjana UGM akan mengisi kuliah. Mungkin terdengar biasa?Tapi yang luar biasa dia akan mengisi kuliah mulai dari pagi hingga sore hari. Gratis pula. Jadi tak heran betapa besar antusiasme peserta. Sudah gratis dapat ilmu pula.
Beberapa peserta sedang mengantre mendaftar ulang kembali. Antrean cukup panjang pun terbentuk. Para peserta juga telah memenuhi ruang utama di lantai lima. Pihak panitia juga telah menyediakan kursi tambahan di luar ruang utama dengan memberikan layar LCD. Mulai dari lantai lima hingga lantai empat kursi tambahan juga sudah penuh.
Pagi itu pukul sembilan lebih sedikit acara dimulai. Tarian Saman menyambut pembukaan kuliah budaya gratis yang akan diisi oleh seseorang yang memiliki kedudukan penting di UGM. Seorang Guru Besar Antropologi UGM sekaligus Direktur Sekolah Pasca Sarjana UGM. Tak lain dan tak bukan adalah Prof. Dr. Irwan Abdullah. Tepuk tangan riuh pun juga menyambut profesor yang berasal dari Aceh ini.
Acara yang mengangkat judul “Kuliah Kebudayaan Sehari Bersama Prof. Dr. Irwan Abdullah.” : GRATIS ini terbagi dalam lima sesi. Sehingga peserta yang telat di sesi pertama bisa mengikuti kuliah sesi berikutnya. Materi yang diulas dalam kuliah budaya ada lima yaitu Konteks Lokalisasi, Nasionalisasi, Globalisasi: Budaya Generik vs Diferensial; Konstruksi Budaya atas Realitas; Reproduksi Budaya; dan Masa Depan Studi Budaya.
Kebudayaan merupakan blue print yang telah menjadi kompas dalam perjalanan hidup manusia, ia menjadi pedoman tingkah laku. Keberlanjutan kebudayaan untuk melihat bagaimana proses pewarisan nilai itu terjadi. Seperti yang dibayangkan Clifford Geertz bahwa budaya itu, “merupakan pola dari pengertian-pengertian atau makna-makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol dan ditransmisikan secara historis. (Abdullah, 2007: 1). Aspek kesejarahan dalam budaya ini merupakan bahan diskusi kebudayaan yang belum selesai karena dinamika dalam pengertian dan makna belum menjadi wilayah diskusi kebudayaan secara mendalam. Untuk itulah, kuliah kebudayaan ini diselenggarakan.
Meskipun kuliah telah dimulai tetapi masih banyak peserta yang terus berdatangan. Mereka masih turut serta dalam barisan antrean panjang untuk membubuhkan namanya di kertas daftar ulang. Tapi nampaknya kursi yang talah disediakan oleh panitia sudah penuh semua. Tidak ada satu pun kursi yang kosong. Nampaknya peserta telah melampaui kuota yang ditetapkan panitia. Mereka akhirnya berdiri. Namun tak lama kemudian ada beberapa peserta memilih duduk di anak tangga yang menuju ke lantai lima dan empat. Tempat yang lumayan untuk meletakkan badan daripada harus berdiri. Alhasil anak tangga tersebut dipenuhi para peserta. Tetapi ada juga yang rela duduk lesehan bersila di lantai di depan layar demi menyimak kuliah dari seorang antropolog yang telah melakukan penelitian di berbagai tempat di Indonesia dan Asia Tenggara.
Pengisi kuliah ini tidak hanya dari pandangan Prof. Dr. Irwan Abdullah saja, tetapi dia juga mengundang beberapa pelaku budaya seperti Didik Nini Thowok. Serta dosen tamu yaitu Wening Oedasmoro, Agus Indiyanto dan Zamzam
Pemosisian kebudayaan sebagai sistem simbol ini mengandung persoalan penting yang kemudian menjadi dasar argumen Kuliah Kebudayaan bersama Prof. Dr. Irwan Abdullah. Pertama, tentang batas-batas dari ruang budaya yang mempengaruhi pembentukan simbol dan makna yang ditransmisikan secara historis. Kedua, batas-batas dari kebudayaan yang menentukan konstruksi makna dipengaruhi oleh kekuasaan yang melibatkan sejumlah aktor. Ketiga, pola hubungan kekuasaan yang diejawantah dalam identitas kelompok dan kelembagaan, yang menjadikannya realitas obyektif dan menentukan cara pandang kelompok. Keempat, identitas yang terbentuk melalui serangkaian simbol selain diterima juga menjadi obyek pembicaraan, perdebatan, dan gugatan yang menegaskan
Para peserta masih menyimak dengan serius. Tetapi ada juga yang sibuk ngobrol dengan temannya. Mungkin kedatangannya cuma ingin mengetahui suasana saja. Jadi tak perlulah mereka menyimak kuliah yang sesungguhnya menarik. Menarik karena ulasan budaya ada di sekitar kita.
Kuliah yang dikemas dengan multimedia dan pengemasan yang menarik membuat para peserta enggan meninggalkan kuliah. Tapi waktu juga-lah yang akan menjawabnya.
Dalam ulasan materi kuliah budaya generik vs diferensial, Irwan menjelaskan bahwa budaya di Indonesia cenderung mengarah ke budaya generik. Budaya yang diperoleh secara turun temurun bisa melalui agama dan orang tua. Namun budaya generik tersebtu gagal diterapkan atau diturunkan. Sebab budaya diferensial yang diperoleh dari luar,misal jalan, dan berbagai media lebih menarik. Tapi sayang budaya diferensial tidak semuanya membawa ke arah yang positif.
Tak hanya paparan materi yang diungkapkan Irwan. Dia juga mengambil beberapa contoh sikap dalam kehidupan sehari-hari yang tak kita sadari. Misal cara kita berbicara dan bersikap. Tak jarang gurauan pun turut diselipkan Irwan saat menjelaskan materi kuliahnya.
Berbagai contoh juga diberikan dengan gambar-gambar visual serta video melalui layar multimedia yang telah disediakan. Apa lagi saat ulasan materi mengambil contoh cuplikan film “God Must be Crazy I” yang diputar dengan durasi sekitar lima belas menit. Selain untuk memberikan contoh, film ini cukup menghibur para peserta. Film yang memang lucu namun sarat dengan nilai budaya yang dapat di ambil.
Menjelang siang hari para peserta sudah menunjukan gelagat “kebosanan” dan kelelahan. Para peserta sudah ada yang mulai meninggalkan lokasi. Terutama peserta yang ada di luar ruang seminar. Tapi ada juga yang masih bertahan untuk mengikuti kuliah. Kalau bukan karean kecintaan pada tema yang diangkat, mungkin beberpa orang yang tersisa tersebut sudah meninggalkan lokasi.
Kuliah Kebudayaan Sehari Bersama Prof. Dr. Irwan Abdullah ini bisa dibilang sukses. Pasalnya peserta yang mengikuti kuliah melampaui kuota yang telah ditetapkan panitia. Bahkan para peserta rela mengikuti kuliah walaupun tidak dapat tempat duduk. Dari ruang utama, ruang seminar hingga anak tangga di luar ruang utama mereka duduk untuk menyimak kuliah. Sungguh antusiasme yang tinggi, yang menunjukan betapa masyarakat haus akan pendidikan.

No comments: