2/23/2009

RADIO SIARAN DAN DEMOKRATISASI

PENULIS : MASDUKI
TAHUN TERBIT : JULI 2003 CETAKAN PERTAMA
PENERBIT : JENDELA
KOTA TERBIT :YOGYAKARTA
Radio Siaran dan Gerakan Demokratisasi
Demokratisasi penyiaran : sebuah gagasan
Demokratisasi penyiaran merupakan manifestasi amandemen No.4 UUD 1945, yang meliputi kegiatan berkomunikasi sebagai hak publik(publik good)melalui jalur lintas elektromagnetik yang merupakan bagian dari ranah publik(public domain). Spektrum frekuensi siaran radio dan televisi harus diatur sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat oleh badan negara yang bersifat independen.
Gagasan demokratisasi penyiaran meliputi (1) independensi, (2) pluralitas kepemilikan dan orientasi lembaga serta isi dan (3) desentralisasi atau dekonsentrasi penyiaran dari Jakarta ke daerah.(halaman 2).
Demokratisasi penyiaran di Indonesia
Demokratisasi penyiaran di Indonesia meliputi
1)independensi SDM(SDM dan institusi siaran),
2)pluralitas kepemilikan, pengelolaan dan orientasi isi siaran,
3)desentralisasi dan otonominasi penyiaran.
Demokratisasi penyiaran bertumpu pada dua pilar utama yaitu :
1)demokratisasi sebagai jaminan tidak adanya intervensi pada muatan isi dan perbincangan di media penyiaran dalam bentuk apapun.
2) keterbukaan bagi partisipasi semua pihak secara setara dan independen.(halaman 3)
Faktor-faktor yang menentukan demokratisasi siaran radio
Faktor-faktor yang menentukan demokratisasi siaran radio yaitu :
1)ideologi ekonomi-politik(pilihan visi-misi dan filosofi),
2)pihak eksternal (pengiklan, pemerintah dan masyarakat)
3)manajemen stasiun radio(pemilik dan keputusan rutin),
4)kekuatan kritis-demokratis (akademisi, LSM, ormas dll),
5)Broadcaster(penyiar, reporter, editor)(halaman 6)
Mengurai hubungan antara negara dan radio
Kekuasaan negara merupakan faktor penentu fungsi keberadaan industri penyiaran di masyarakat. Kebebasan suatu negara sangat mempengaruhi kebijakan komunikasi di negara itu sendiri. Artinya kebijakan (regulasi, deregulasi, distribusi, redistribusi)di bidang ini tidak dapat dilepaskan dari nilai budaya dan politik yang mempengaruhi perkembangan sejarah dan politik di negara itu (Wahyuni, 2000).
Hubungan negara dan radio dapat disebut sebagai hubungan organik yang mensahkan terjadinya intervensi/campur tangan negara. Pada masa ORBA terdapat tiga pilar intervensi yaitu 1)kepemilikan radio siaran oleh keluarga Cendana, 2)monoloyalitas organisasi PRSSNI, 3)monopoli siaran berita dan wajib relay siaran RRI. (halaman 14-19).
Radio : Ruang publik yang hilang
Media penyiaran sejatinya adalah ruang publik. Namun pada kenyataannya ruang publik media penyiaraan radio dan televisi semakin menyempit. Gejala ini tampak dari penolakan pemerintah pada bentuk penyiaran alternatif dan memprofitkan RRI dan TVRI yang nota bene keduanya diformat untuk penyiaran publik. Kekhawatiran kebangkrutan media penyiaran sebagai ruang publik memuncak saat terjadi perdebatan dalam perumusan UU Penyiaran pengganti UU No 24 tahun 1997 di DPR tahun 2000-2002. Undang-Undang ini dianggap mengarah pada upaya refeodalisasi dan privatisasi. Oleh karena itu ruang publik harus diperjuangkan dan dipertahankan agar ruang publik tetap memiliki tempat di media penyiaran. (halaman 19-25).
Radio di era transisi politik
Di tahun 1998-2002 radio mengalami masa transisi dari peran sosial normatif sebagai pelayan kebutuhan hiburan menjadi peran sosial aktual sebagai institusi pencerdasan publik. Namun pada perkembangannya radio tetap saja mengikuti logika pasar yang menempatkan pendengar sebagai komoditas. Sehingga yang terjadi radio siaran menjadi institusi yang berorientasi pada bisnis dan jauh dari peran sosial melalui program yang berpihak kepada kepentingan masyarakat. Hal ini bisa terjadi karena ada dua alasan yaitu pertama, proses transformasi yang reaktif dan tidak alamiah. Kedua kenyataan bahwa mayoritas radio siaran yang dikelola dengan manajemen tradisional, feodalistik dan tergantung pada figur pemilik.(halaman 29-33)
Pergeseran paradigma penyiaran pasca reformasi 1998:
1) Pergeseran oreintasi penyiaran, dari medium artikulasi kepentingan negara ke medium aktualisasi dinamika pasar.
2) Pergeseran substansi kepemilikan, dari private-state-non-profit ke community-public-profit.
3) Pergeseran materi siaran, dari hiburan (musik) ke jurnalistik.
4) Pergeseran kemasan siaran, dari monolog-reaktif ke dialog interaktif.
5) Pergeseran teknologi, dari era analog ke era digital.
(Halaman 141)
RRI sebagai media publik
Pada tahun 2002, khususnya RRI memperkenalkan terminologi baru yaitu penyiaran public(public service broadcasting)yang berlandaskan UU Penyiaran No 32 tahun 2002. Untuk mewujudkan lembaga penyiaran publik nasional RRI harus mengubah image buruknya. Tiga masalah yang mendasar yaitu masalah monopoli(penghapusan kewajiban relay berita RRI), birokratisasi(urusan komunikasi dan kerja sama penyiaran)dan propaganda(menjaga jarak antara RRI dan TVRI dengan referensi keputusan pemerintah. (halaman 35-40).
Regulasi dan desentralisasi : pilihan demokratisasi
Strategi regulasi merupakan gabungan dari dua aliran gerakan demokratisasi penyiaran, yaitu model naturally (diserahkan pada mekanisme pasar) oleh Abraran dan model organized (melalui aturan main) oleh James Curran.(halaman 41)
Pilihan strategi organized melalui regulasi yang disusun bersama negara penyiaran efeknya bersifat generik dan perumusannya rentan dengan KKN. Oleh karena itu pilihan pembuatan Undang yang mengatur iklim penyiaran(UU Penyiaran No 32 Tahun 2002) merupakan pilihan terbaik di antara pilihan yang buruk).(halaman 44)
Di dalam UU Penyiaran No 32 Tahun 2002 terhadap pemberlakuan prinsip desentralisasi. Yang berarti televisi komersial harus menghentikan bentuk siaran nasional dan harus berkolaborasi dengan televisi lokal. Meskipun UU tersebut telah disahkan, radio TV swasta komersial tetap bersikap menolak dan UU tersebut karena mematikan kebebasan berekspresi dan membatasi industri penyiaran. Oleh kerena itu diperlukan judicil review.(halaman 45-51)
Mencermati Fenomena Radio Mahasiswa
Para akademisi dan praktisi radio menilai kehadiran radio mahasiswa menaruh sejumlah harapan. Pertama, diharapkan akan mengukuhkan frekuensi sebagai ruang publik yang terbuka (open space) dan mencairkan monopoli stasiun radio komersial. Dua, diharapkan akan mempercepat proses pemulihan persepsi buruk radio di masa lalu yang identik dengan alat propaganda politik.(halaman 55)
Agar dapat berkembang menjadi profesional radio mahasiswa perlu menuntaskan sejumlah masalah personal(seperti waktu luang pengelola yang tidak pasti, di luar jam kuliah) dan masalah institusional(seperti visi dan misi yang tidak sinkron dan solid antara pengelola, mahasiswa pendengar, pimpinan kampus; independensi yang lemah berhadapan dengan pimpinan kampus, pengiklan dan UKM tertentu.(halaman 56)
Sejumlah langkah yang perlu ditempuh agar radio mahasiswa dapat bertahan di era kompetisi radio siaran yaitu pertama, merumuskan segmentasi pendengar yang jelas dan terfokus. Strategi ini memiliki banyak manfaat yaitu 1)mengurangi biaya opersional dengan menekan jumlah SDM yang tidak produktif dan program yang tidak tepat. 2)secara psikologis mendekatkan jarak radio-pendengar. 3)target promosi dan pemasaran acara yang lebih terukur. Kedua, sindikasi/networking dengan berbagai jaringan penyedia program informasi dan musik yang tidak berorientasi laba.(halaman 76-77)
Ciri radio yang dikelola mahasiswa:
1)idealisme tercermin dalam setiap program acara siaran wujudnya adalah siaran jurnalisme. 2)sifat radio yang independen dan nonprofit.
3)target siaran ditujukan untuk mahasiswa. (halaman 78-79)
Radio–mahasiswa sebagai radio komunitas
Radio komunitas lahir dari gagasan Paulo Freire tentang pendidikan kaum tertindas melalui medi yang murah dan populer. Radio komunitas mencoba melayani kebutuhan informasi dan perjuangan masyarakat kelas pinggiran, baik ekonomi, budaya, politik dengan cara menajdi mediator komunikasi kegiatan komunitas.(halaman 87)
Secara teoritis komunitas terbentuk oleh dua hal yaitu,1)kesamaan lokasi atau status sosial individu. 2)kesadaran kolektif untuk mencapai tujuan tertentu.(halaman 90)
Istilah radio komunitas/community radio merujuk pada kepemilikan dan wilayah orientasi yang bersifat lokal, antitesis radio swasta yang luas dan jaringan. (halaman 91 pada tabel 2.5).
Radio Siaran dan Perspektif Gender
Akar masalah bias gender di radio :
1) Lingkungan sosial-budaya yang patriarkal; sadar atau tidak broadcaster sering mengartikulasikan kondisi sosial-budaya itu.
2) Faktor internal radio yang secara kultural, teknologis dan histories diciptakan dalam iklim patriarkal.
Solusi mengatasi bias gender di radio:
3) Affirmative action, kebijakan non-diskriminatif dan memprioritaskan perempuan dalam pengisian posisi stragtegis di radio.
4) Mendorong pluralitas pemilikan dan orientasi pengelolaan institusi dan program siaran.
5) Menghilangkan pola pikir yang bias gender, misal melalui pelatihan.
6) Memperkuat akses kontrol public publik melalui radio wacth

PERAN KPI/KPID DALAM PENYELENGGARAAN

Pendahuluan
Definisi Komisi Penyiaran Indonesia(KPI)
Menurut UU Penyiaran No 32 tahun 2002 pasal 1 no 13, Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga negara yang bersifat independen yang ada di pusat dan di daerah yang tugas dan wewenangnya diatur dalam UU Penyiaran no 32 tahun 2002 sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran.
Menurut Ketua KPID Yogyakarta periode 2007-2010 S. Rahmat M. Arifin, KPI adalah lembaga independen yang mengatur lembaga penyiaran di Indonesia. KPI diperlukan karena ranah frekuensi adalah milik publik, maka perlu dilakukan pengawasan dan kontrol terhadap penggunaan frekuensi penyiaran. Kelahiran KPI terinspirasi dari lembaga seperti KPI yang ada di luar negeri. Misalnya di Amerika Serikat memiliki FCC(Federal Communication Commisions), Komisi televisi Independen dan RA (Radio Autority). Di Kanada ada CRTC(Commission Radio Televisi Canada), Australia ada ABA(Australian Broadcasting Authority).
Kedudukan KPI
KPI pusat berkedudukan di ibukota negara RI dengan jumlah anggota 9 orang, sedangkan KPID berkedudukan di provinsi berjumlah 7 orang. dengan masa kerja masing-masing selama 3 tahun. Anggota KPI pusat dipilih oleh DPR RI dan anggota KPID dipilih oleh DPRD Propinsi atas usul masyarakat melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka. Secara administratif anggota KPI bertanggungjawab kepada Presiden dan anggota KPID bertanggung jawab kepada Gubernur.(Tim KPID DIY:2006:1)
Dasar hukum KPI/KPID UU No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Hubungan KPI dan KPID bersifat koordinatif. Kebijakan penyiaran secara nasional ditentukan oleh KPI, sedangkan implementasi di tingkat provinsi menjadi cakupan kewenangan KPID.
VISI DAN MISI KPI
VISI
Sesuai amanat UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, KPI/KPID dibentuk untuk menciptakan sistem penyiaran nasional yang dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kepentingan masyarakat serta industri penyiaran Indonesia.
MISI
Membangun dan memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata dan seimbang melalui penciptaan infrastruktur yang tertib dan teratur, serta arus informasi yang harmonis antara pusat dan daerah antar wilayah di Indonesia, juga antara Indonesia dan dunia Inernasional. (Tim KPID DIY:2006:2-4)
II. RUMUSAN MASALAH
Apa tugas dan kewajiban, fungsi serta wewenang KPI/KPID berdasarkan UU Penyiaran No 32 tahun 2002?
Apa peran masyarakat untuk KPI/KPID?
III. PEMBAHASAN
Tugas, Kewajiban, Fungsi dan Wewenang KPI/KPID
Mengenai tugas, kewajiban, fungsi dan wewenang KPI/KPID dapat dikelompokkan dalam tiga kegiatan yaitu regulasi/pengaturan, pengawasan dan pengembangan.


Ø Tugas dan Kewajiban KPI/KPID (UU Penyiaran NO. 32 Tahun 2002 pasal 8 ayat 3):
Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia;
Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran;
Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait;
Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang;
menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran; dan
Menyusun perencanaan dan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.

Ø Wewenang KPI/KPID(UU Penyiaran No 32 tahun 2002 pasal 8 ayat 2) :
Menetapkan standar program siaran;
Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran;
Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;
Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;
Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Peme-rintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat

Ø Fungsi KPI/KPID :
KPI/KPID mewadahi aspirasi dan mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran di Indonesia.
KPI/KPID merupakan akses yang menjembatani kepentingan masyarakat dengan institusi pemerintah dan lembaga penyiaran.
KPI/KPID wajib mengusahakan agar tercipta suatu sistem penyiaran nasional yang memberikan kepastian hukum, tatanan serta keteraturan berdasarkan asas kebersamaan dan keadilan.

B. Apa Peran Masyarakat untuk KPI/KPID
Berdasarkan UU Penyiaran No. 32 tahun 2002 pasal 52 menjelaskan tentang peran serta masyarakat yang berbunyi :
Setiap warga negara Indonesia memiliki hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam berperan serta mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional.
Organisasi nirlaba, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan kalangan pendidikan, dapat mengembangkan kegiatan literasi dan/atau pemantauan Lembaga Penyiaran.
Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap program dan/atau isi siaran yang merugikan.


Berdasarkan sumber dari KPI/KPID peran masyarakat terbagi menjadi tiga yaitu :
Masyarakat perlu memahami bahwa KPI/KPID adalah lembaga milik masyarakat sendiri.
Masyarakat harus mempunyai komitmen untuk memberdayakan lembaga itu sebagai wadah memperjuangkan kepentingan dirinya.
Masyarakat dapat membentuk lembaga-lembaga pemantau siaran, sehingga bila ada hal-hal yang merugikan dapat memanfaatkan KPI/KPID untuk menuntut pertanggungjawaban kepada lembaga penyiaran.
Ø Cara menyampaikan aspirasi ke KPI/KPID
1) Melalui surat,faksimile, telepon atau email.
2) Menyampaikan secara langsung.
3) Mengundang anggota KPI/KPID dalam suatu forum untuk menyampaikan aspirasi
4) Menulis di media massa.
5) Melakukan kerjasama dengan KPI/KPID untuk meningkatkan apresiasi terhadap siaran radio maupun televisi.
6) Mengadakan kegiatan ilmiah seperti seminar, lokakarya, workshop, diskusi, penelitian, pengamatan, polling yang hasilnya disampaikan pada KPI/KPID.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka:
KPI/KPID diperlukan untuk mengatur lembaga penyiaran untuk menghindari terjadinya monopoli informasi dan pelanggaran hak-hak masyarakat.
Untuk menjalankan tugas KPI/KPID secara optimal diperlukan kerjasama dengan masyarakat. Sebab masyarakat adalah penyelenggara sekaligus pengamat langsung lembaga penyiaran.
Sumber :
DAFTAR PUSTAKA
UU Penyiaran No 32 Tahun 2002

Tim KPID DIY. Sekilas KPID Lembaga Negara Independen. Yogyakarta: KPID dan Badan Informasi Daerah (BID) DIY.

Tim Ad Hoc Pembentukan KPID DIY(2003). Bagaimana Memanfaatkan KPID. Yogyakarta: Badan Informasi Daerah(BID)DIY.
Wawancara dengan Ketua KPID Yogyakarta periode 2007-2010 S. Rahmat M. Arifin

Perlunya Landasan Ilmu dalam Aktivis/ Profesi Komunikasi


Program studi komunikasi akan menghasilkan berbagai macam profesi komunikasi. Seperti wartawan, reporter, presenter, penyiar radio, public relation dan profesi lain yang berhubungan dengan jurnalistik. Semua itu bersumber dari ilmu komunikasi.
Ilmu komunikasi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari secara sistematis segala segi pernyataan antar manusia. (Prof. Dr.H. Anwar Arifin, Ilmu Komunikasi; Kehadiran Ilmu komunikasi, Jakarta: Rajawali Pers, 1988, hlm 11). Karena objek studi komunikasi tidak hanya surat kabar(ilmu pers/jurnalistik) bukan hanya media massa atau pernyataan umum(publisistik). Dalam perkembangannya muncul paradigma baru terhadap pokok persoalan ilmu komunikasi. Menurut paradigma yang diuraikan oleh B. Aubrey Fisher tahun 1978 yang disebut sebagai perspektif psikologis, mekanis dan pragmatis. Dengan demikian ilmu komunikasi tidak lagi mengkaji pernyataan antar manusia tetapi lebih luas lagi.
Menurut Fisher (1986:17), komunikasi mencakup semua bidang sehingga bersifat eklektif.( menggabungkan semua bidang).
Sehingga ilmu komunikasi mengambil berbagai bidang ilmu lain sebagai landasan ilmu. Seperti ilmu politik, hukum, kewarganegaraan. Memang seorang profesi komunikasi dituntut untuk lebih banyak mengetahui sesuatu hal daripada masyarakat. Akibatnya banyak profesi komunikasi ketika mengulas suatu masalah tidak bisa fokus dalam suatu masalah.
Lippmann menyatakan bahwa kerja jurnalistik karena karakteristik kerjanya yang tergesa-gesa, tidak mampu menghasilkan informasi yang secara akurat merepresentasikan realitas.(http\www.gogle.com\komunikasi\PengantarIlmuKomunikasi.DefinisiKomunikasi.htm)
Oleh karena itu diperlukan adanya satu landasan ilmu yang kuat dalam akitivitas atau profesi komunikasi. Agar lebih menguasai satu bidang masalah komunikasi (keahlian khusus). Contohnya masalah politik tentunya ditangani oleh seorang profesi komunikasi yang memiliki keahlian dalam politik sehingga akan menghasilkan informasi yang lebih dalam, fokus dan akurat.
Menurut Prof. Dr.H. Anwar Arifin, komunikasi dapat dibedakan dalam banyak jenis antara lain komunikasi politik, komunikasi perdagangan, komunikasi kesehatan, komunikasi agama, komunikasi kesenian, komunikasi pertanian. (Prof. Dr.H. Anwar Arifin, Ilmu Komunikasi; Citra Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers, 1988,hlm 32). Selain itu kita juga mengenal komunikasi lintas budaya. Dengan pembagian komunikasi tersebut, seorang profesi komunikasi harus mengetahui ilmu- ilmu tersebut walaupun sedikit. Tetapi harus memiliki satu landasan ilmu(keahlian khusus).

hujan rindu dan sendu

Gerimis sore menyapaku...
Hawa Dingin menemaniku...
Lelah tubuh menyerangku…
Tapi smua itu telah mengalahkan rasa rinduku
Kuterjang hujan..
Kunikmati jalan yang penuh hambatan..
Kubawa kelelahan tanpa beban..
Untuk satu tempat tujuan…
Melepas rindu bertemu sang pujaan…

Kulepas rindu dengan menemuimu..
Hawa dingin tlah menghangat karena tatapan matamu..
Letih tubuh tlah lenyap karna senyummu…
Rindu itu sudah terbayar karna pertemuan itu…

Namun tiba-tiba gerimis hujan menjadi deras sederas hujan dihatiku
Rinduku kau akhiri dengan kelamnya hatimu..
Seketika itu pula hati yang hangat berubah menjadi dingin bahkan beku
Rindu itu telah hancur…berganti dengan sendu..

Kesenduan itu menikam kebahagianku lagi..
Kesenduan itu membangunkanku dari mimpi..
Kesenduan itu membawaku kembali menutup pintu hati..

BANGKITNYA LIANG KUBUR

Dalam kegelapan malam dengan keterpurukanku jiwaku aku gali liang kubur untukmu
Ragamu yang elok dan tangguh aku kubur dalam-dalam
Aku terisak di atas bayangmu
Air mataku mengalir sampai berhenti karna tlah kering ..
Namun Ragamu yang elok kini bangkit kembali
Kau datang mencariku …
Kau mengejutkan hidupku..
Menghantuiku setiap waktu…

AKU DAN MALAM DI PANTAI

Angin malam berhembus
Debur pantai yang bersuara
Pasir putih menghampar
Kusendiri menatap langit yang bertabur bintang
hanya suara ombak dan bintang di langit menemaniku
malam di pantai...damai

KORELASI ANTARA KOMUNIKASI DENGAN JURNALISTIK


Mendengar "Jurnalistik" orang akan berpikir mengenai tentang berita, wartawan, surat kabar. Istilah jurnalistik erat kaitannya dengan istilah pers dan komunikasi massa. Pengertian jurnalistik dari berbagai literature dapat dikaji definisi jurnalistik yang jumlahnya begitu banyak
Jurnalistik berasal dari bahasa Belanda juornalistiek dalam bahasa Inggris juornalism yang bersumber dari perkataan juornal terjemahan bahasa Latin diurnal yang berarti harian atau setiap hari. (Onong Uhjana, Dinamika Komunikasi, Bandung : Rosda, 1992, hlm 66).
Menurut Prof. Onong Uhjana Effendy jurnalistik didefinisikan sebagai keterampilan atau kegiatan mengelola bahan berita mulai dari peliputan sampai kepada penyusunan yang layak disebarluaskan kepada masyarakat.
Roland E. Wolseley dalam Understanding Magazines (1969:3), jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan di stasiun siaran.
Menurut A.Muis dan Edwin Emery yaitu; A.Muis (pakar hukum komunikasi) mengatakan bahwa definisi tentang jurnalistik cukup banyak. Namun dari definisi-definisi tersebut memiliki kesamaan secara umum. Semua definisi jurnalistik memasukan unsur media massa, penulisan berita, dan waktu yang tertentu
Berdasarkan definisi jurnalistik di atas menujukan bahwa jurnalistik berhubungan erat dengan pengolahan berita dan penyampaian melalui media massa. Berbicara tentang media massa pasti berkaitan dengan komunikasi terutama komunikasi massa. Hal ini sesuai dengan definisi komunikasi massa.
Menurut Prof. Onong Uhjana Effendy, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa modern(telivisi, radio, surat kabar. (Onong Uhjana, Dinamika Komunikasi, Bandung : Rosda, 1992, hlm 50).
Menurut Prof. Dedy Mulyana, M.A., Ph.D, komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar,majalah), maupun elektronik…(Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Hakikat, Definisi dan Konteks Komunikasi, Bandung: Rosda, 2007, hlm 83)
Hubungan komunikasi dan jurnalistik seperti dua sisi koin yang tidak dapat dipisahkan. saling berkaitan. Sisi muka menunjukan jurnalistik dan sisi yang satu komunikasi. Jurnalis melakukan komunikasi(komunikasi massa) dengan cara menyampaikan berita melalui media massa. Komunikasi massa memerlukan jurnalistik sebagai alat untuk melakukan komunikasi. Sebab jurnalistik adalah perkembangan dari pers dan pers adalah perkembangan dari komunikasi massa.

Daftar Pustaka
Mulyana, Dedi. Ilmu Komunikasi: Hakikat, Definisi dan Konteks Komunikasi, Edisi revisi cetakan ke-9. Bandung: Rosda, 2007.
Onong, Uhjana. Dinamika Komunikasi, Bandung : Rosda, 1992.
http/www.gogle.com/Pengantar Ilmu Jurnalistik « Jurnalistik UIN SGD.htm

KEBERADAAN SINETRON REMAJA



Dunia hiburan memang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Sebab manusia dalam hidupnya membutuhkan hiburan. Setelah otak manusia bekerja dengan logika dalam waktu yang lama, maka manusia memerlukan hiburan untuk meregangkan otak dan menyegarkan pikiran sehingga dapat bekerja kembali dengan optimal. Oleh karena itu menusia memerlukan hiburan.
Dewasa ini berbagai macam hiburan ditawarkan. Salah satu cara yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia adalah menonton televisi. Mulai dari anak-anak, remaja, dan para orang tua banyak yang menghabiskan waktu luangnya untuk menonton televisi. Sebab hampir di setiap rumah warga Indonesia memiliki televisi.
Televisi menayangkan berbagai acara yang dapat memberikan hiburan kepada masyarakat. Seperti sinetron, komedi, film, kuis, reality show dan lain-lain. Dari tayangan-tayangan tersebut yang paling banyak ditayangkan adalah sinetron. Para penggemar sinetron terutama kaum hawa merasa terhibur dan puas dengan sinetron yang ditayangan hampir setiap hari. Bahkan hampir semua stasiun televisi swasta menayangkan sinetron. Namun masih ada satu atau dua stasiun televisi swasta yang tidak menayangkan sinetron.
Kebanyakan sinetron yang ditayangkan bertemakan percintaan. Kaum remaja menjadi sasaran empuk penikmat sajian ini. Hal ini tidak mengherankan karena masa remaja adalah masa puber. Masa dimana mengenal cinta dengan lawan jenis. Oleh karena itu cerita sinetron di Indonesia lebih didominasi dengan percintaan di kalangan remaja.
Sinetron remaja yang bertemakan percintaan berisi cerita cinta yang terjadi di masa remaja. Namun sungguh disayangkan karena cerita cinta dalam sinetron lebih banyak berisikan perselingkuhan, kebebasan hidup, seks bebas, narkoba, penindasan dan kekerasan remaja. Masalah ini tentunya akan memiliki dampak negatif terhadap perkembangan kehidupan remaja.
Masa remaja adalah masa pencarian jati diri. Jadi sangat mungkin perbuatan-perbuatan tokoh-tokoh dalam sinetron dapat ditiru. Bahkan bagi remaja yang menjadi penggemar berat seorang artis sinetron tertentu bisa saja menirukan gaya hidup dan tingkah laku artis tersebut Jika tingkah laku artis itu baik, maka tidak masalah. Namun akan menjadi masalah jika tokoh-tokoh dalam sinetron tersebut bertindak negatif
Pada kenyataannya, sekarang ini banyak remaja menirukan gaya hidup seperti dalam sinetron. Seperti model pakaian yang dikenakan dan gaya hidup yang identik dengan kemewahan dan kosumerisme. Bahkan dengan tayangan sinetron yang mengandung unsur kekerasan telah mengubah sikap remaja menjadi anarkis. Banyak reamaja sekarang ini bersikap cuek dan tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya.
Dengan adanya dampak-dampak negatif dari penayangan sinetron yang tidak mendidik tentu akan mengganggu perkembangan kehidupan remaja. Sikap moral dan mental remaja menjadi rusak.
Remaja adalah generasi muda yang menjadi penerus bangsa. Jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut maka bagaimanakah generasi bangsa Indonesia di masa yang akan datang? Maka bisa dipastikan generasi bangsa kita hanya menjadi penonton dan pengguna produk kemajuan negara lain. Karena masa remajanya dihabiskan dengan menonton sinetron yang tidak mendidik. Dan bila tidak ada solusi untuk mengatasi masalah ini dapat dipastikan bangsa ini menjadi bangsa yang terpuruk. Selalu bergantung dengan negara lain karena generasi penerusnya tidak peduli dengan keadaan bangsa.
Oleh karena itu untuk mencegah dan mengatasi masalah ini harus ada solusi untuk mengatasinya. Solusi yang melibatkan berbagai pihak yang bertanggung jawab dalam masalah ini. Melibatkan para pemilik televisi, para produser dan insan pembuat sinetron, masyarakat dan organisasi atau lembaga sosial masyarakat yang terkait. Pihak-pihak yang terlibat tersebut membuat suatu kebijakan yang disepakati bersama untuk mengatasinya.. Sehingga kebijakan yang dibuat tidak merugikan di antara mereka dan mampu memberikan solusi yang tepat. Hal ini dilakukan demi masa depan generasi penerus bangsa. Jangan sampai penerus bangsa kita menjadi tidak kreatif karena terbiasa dengan budaya menonton, salah satunya melihat sinetron. Jangan sampai tunas bangsa kita layu dan mati tenggelam dengan budaya menonton.

2/20/2009

Menjelajah labirin Kotagede sampai gempor, demi sebuah joglo

Hari itu ku tak ada jadwal kuliah, jadi bisa santai kayak dipantai..eh nggak ding,ada tanggungan liputan buat artikel di koran. Tapi tak apalah kan bisa main n jalan-jalan…
Sebenarnya juga ada beberapa tugas kuliah yang masih menumpuk belum dikerjakan..masih ada waktu cukup lama sih…tapi prioritas waktu menjadi pertimbangan..(bilang aja males..he…he..manusia kan sukanya menunda pekerjaan. Giliran mendekati deadline, lari sprint buat ngerjainnya deh)
Sebenarnya selasa itu juga, aku diajak sama wartawan senior ke sidang pengadilan dugaan kasus korupsi buku sejarah yang terjadi di salah satu kabupaten di yogja.tapi aku sudah terlanjur buat janji sama teman lain mo ada liputan bareng..di jam yang sama…
Udah pukul 9 pagi, kok temenku belum nongol juga,,beberapa menit kemudian dia telepon ngabarin kalo liputan diundur karena dia lagi pening..
Yah,,,tak apalah.toh juga narasumber referensi temanku jam segini juga lagi kerja..
Aku teringat buku2 yang ku pinjam di perpustakaan kota belum kukembalikan. Udah cukup sering telatlah.he..he.. akhirnya aku ke perpustakaan dulu…
Pukul 11 temanku datang, kita ketemu di perpustakaan terus langsung meluncur ke Kotagede, pulang ke rumahku dulu, buat naruh sepeda motor, n ngisis bentar.karena siang itu matahari memang menyengatkan kulit tubuh.
Pukul 13.00 aku dan temanku memulai perjalanan blusukan kampung di bawah terik sinar matahari..Kupikir temanku mo langsung ketemu narasumber referensi temanku yang ngeh soal banguan kuno. Tapi dia mo liat lokasi dan mo observasi bangunan kuno yang lain..
Perjalanan itu mulai dari kampung Sayangan. Menuju rumah joglo yang pendoponya selesai di rekonstruksi.kita Cuma liat rumahnya dari luar berkeliling mengamati sebentar.. btuh alternative pembanding akhirnya kita menjelajah kampung lagi dengan berjalan kaki. Masih semangat sih..Cuma lokasi selanjutnya cukup jauh. sempat aku tawarkan untuk mengambil motor.tp katanya tanggung. Ya udah akhirnya kita tetap berjalan kaki…menuju kampung Alun-alun di selatan pasar Kotagede..cukup banyak rumah-kampung khas kotagede yang eksotis..
Berjalan menyusuri lorong sempit bak labirin..sesekali melihat objek unik kamera pun siap mengabadikannya..walapun bukan kamera digital teknologi tinggi apalagi dibandingkan dengan kamera yang sekaliber SLRDigtial(jauh banget bandinginya).he..he..tapi tak mengurungkan niat dan semangat kami..
Perjalanan terus berlanjut hingga kampung Boharen,,.untuk menengok rumah joglo kuno milik tokoh budaya ternama. rumah miliknya memang udah kuno banget dan dilengkapi dengan langgar dhuwur yang tak terpakai lagi. Lagi-lagi kita Cuma observasi dulu.,kami memutuskan untuk menuju lokasi joglo tertua di Kotagede di kampung Citran,,,
Semangat udah mulai turun, maklum panas matahari memang menyiksa tubuh. sebentar..tapi lumayan ada senda gurau yang membuat suasana jadi enjoy. Sesekali kita istirahat ngeyup. Sesekali pula kita menemukan warung-warung jadul nan unik di dalam kampung sepanjang perjalanan kami.
Pukul 2 siang kita tiba di lokasi ketiga ,,pendopo joglo sedang dalam renovasi. Dari luar aku sempat mengambil beberapa foto. .Setelah melakukan observasi di beberapa tempat, akhirnya kita memutuskan untuk mengambil lokasi yang pertama..
Karena kaki sudah cukup gempor aku putuskan mampir dulu ke rumahku untuk ambil motor dan istirahat sebentar..
Pukul 14.30, kami kembali ke lokasi pertama untuk meliput rumah tersebut. Lorong labirin yang lebarnya Cuma setengah meter itu kami susuri dengan motor…mungkin pengalaman cukup seru buat temanku yang tak biasa melewati jalan sempit.
Tiba di lokasi kita bertemu dengan pemilik rumah..aku sudah kenal dengan pemilik rumah. Maklum urusan yang berhubungan dengan ktp ato surat keterangan di kelurahan tempat tinggalku dia yang mengurusinya. Orangnya memang ramah banget.dan low profile deh.Wawancara berjalan lancer.kita pun minta izin untuk mengambil foto rumah joglo dan pendoponya..
Sore itu sekitar pukul 15.45 kami berpamitan kepada pemilik rumah..selesai sudah perjalanan yang membuat gempor kaki. Perjuangan kita juga terbayar kok dengan pengalaman yang unik dan menarik selama perjalanan..
Buat temenku Tya…yang tlah jatuh cinta dengan Kotagede. aku senang dengan perjalanan kita. "nice trip to!". Mungkin perjalanan kita menjadi salah satu pengalaman yang tak kan terlupakan dalam hidupku..tindakan konyol berjalan di siang hari nan terik mungkin tak akan di lakukan oleh kebanyakan orang.kecuali orang konyol seperti kita kawan.he,,he,,,kpan kita liputan bareng lagi?tapi dengan lokasi yang apik dan menantang ya!

SENI WAWANCARA RADIO

Jim Beaman, Radio 68H PT. Media Lintas Inti Nusantara, 2002

Awalnya wawancara radio dianggap tidak begitu penting, sebab siaran berita radio mengambil bahan berita berupa teks dari kantor-kantor berita. Baru pada tahun 1937 wawancara pertama kali untuk program buletin berita di lakukan oleh Richard Dimbley untuk BBC. Seiring dengan perkembangannya wawancara radio menjadi penting dalam program radio khususnya jurnalistik radio.
Wawancara adalah perbincangan yang didasarkan pada partisipasi antara penanya dan orang yang menjawabnya untuk bertanya dan menjawab. Ada pewawancara dan ada narasumber yang saling berinteraksi. Menurut Jim Beaman, wawancara radio bertujuan untuk menyampaikan atau memeriksa informasi, memberi pendapat ahli atau umum, menerangkan atau menceritakan suatu tindakan atau keputusan, menggambarkan emosi atau perasaan, atau membuka wawasan ke dalam kepribadian atau sejarah seseorang.
Wawancara radio digunakan pada potongan berita, wawancara berita, fitur(feature), paket, phone in, vox-pop, dokumenter, dan majalah radio. Jenis-jenis wawancara ada empat yaitu wawancara untuk mengumpulkan informasi, mengungkapkan pendapat dan menawarkan penjelasan, pertanggungjawaban, dan wawancara emosional atau kepekaan. Wawancara radio yang terbaik adalah kata-kata dan bunyi-bunyian yang ada harus mampu merangsang imajinasi pendengaran. Fakta, angka dan hal umum digambarkan dan dipaparkan secara jelas dan imajinatif.
Dalam melakukan wawancara radio ada beberapa panduan atau aturan. Radio Authority menyatakan, dalam bagian News Current Affair Code, bahwa para pemilik ijin radio harus menjamin bahwa: narasumber yang dipilih untuk mewakili dalam posisi bicara atas nama suatu kelompok yang diwakili; narasumber harus diberitahu masalah yang dibahas, bentuk dan tujuan program serta kontribusinya digunakan dalam hal apa; yang terakhir narasumber harus diberitahu identitas dan peran yang diinginkan dari partisipan lain yang diusulkan dalam program.
Sebelum melakukan wawancara diperlukan rencana wawancara terlebih dahulu. Menurut Jim ada tiga unsur utama yaitu persiapan, pengaturan dan komunikasi. Hal-hal yang termasuk persiapan meliputi bagaimana profil pendengar radio yang akan menyiarkan wawancara, apa saja yang perlu diketahui pokok bahasan dalam wawancara, siapakah narasumber yang akan diwawancara. Unsur pengaturan meliputi pertimbangan apakah wawancara lebih efektif jika disiarkan secara langsung atau direkam lebih dulu, apa yang dilakukan untuk memperoleh hasil suara yang baik, apakah diperlukan narasumber cadangan. Unsur komunikasi meliputi dengarkan dan perhatikan narasumber berkomunikasi, jangan terlalu menyerang narasumber pada kontak pertama, pastikan narasumber sudah memahami apa yang Anda perlukan.
Yang paling penting dipersiapkan sebelum wawancara adalah manajemen waktu. Bagaimana mengatur waktu supaya wawancara dapat berjalan efektif dan efisien. Pastikan memenuhi tenggat waktu yang sudah ditetapkan. Selain itu diperlukan pembuatan daftar pertanyaan yang akan diajukan dalam wawancara. Pertanyaan tersebut harus penting dan jawabannya yang diinginkan para pendengar. Jangan menuliskan pertanyaan dalam kalimat lengkap tapi buat daftar singkat dalam bentuk memo.
Ada berbagai jenis wawancara yaitu wawancara studio siaran langsung, wawancara studio rekaman, wawancara siaran langsung di lokasi. Ketiga wawancara tersebut memiliki persiapan yang berbeda. Namun ada tindakan umum yang harus dilakukan. Yaitu perkenalan dengan narasumber jika pewawancara belum kenal, memberikan gambaran pokok bahasan untuk wawancara, memberitahu narasumber bahwa wawancara akan direkam, memulai wawancara dengan mengajukan pertanyaan penting yang sudah ada di memo, mengatur tingkat suara. Terkadang pewawancara menghadapi narasumber yang sulit. Misalnya narasumber hanya memberikan jawaban yang singkat, narasumber tidak lansung menjawab pertanyaan yang diajukan.Untuk menghadapinya pewawancara harus pandai dalam mengolah kata sehingga memancing narasumber untuk memberikan jawaban yang tidak singkat dan harus mampu mengarahkan narasumber untuk fokus membahas pokok bahasan wawancara.
Setelah wawancara selesai yang perlu dilakukan adalah memutar rekaman untuk memeriksa apakah wawancara tadi sudah direkam semuanya. Bila ada kesalahan sehingga rekaman tersebut tidak dapat digunakan maka tidak ada pilihan lain selain minta maaf kepada narasumber dan meminta melakukan rekaman ulang. Sebelum disiarkan, hasil rekaman harus disunting terlebih dahulu. Ini dilakukan untuk menghilangkan bahan yang salah dan tidak diinginkan, mengubah durasi wawancara, mengubah urutan bahan. Tahap selanjutnya adalah menulis pengantar untuk wawancara. Pengantar berisi perkenalan yang informatif dan imajinatif tentang topik bahasan dan narasumbernya serta disusun dengan singkat. Tujuan pengantar ini untuk menarik perhatin pendengar dan membuat mereka ingin terus mendengarkan. Dalam penulisannya jangan berpikir untuk membuat tulisan tapi berpikir untuk menceritakannya.
Tahap terakhir dalam wawancara adalah mengadakan evaluasi terhadap wawancara yang sudah disiarkan. Pertama adalah dengarkan seluruhnya dan tulis kesan pertama Anda. Menganalisa siaran wawancara tersebut. Mana bagian yang baik dan mana bagian yang buruk menurut Anda dan pendengar.

2/16/2009

Menata Profesionalisme Reporter dan Penyiar

Karya :Masduki,
Pnerbit :LKiS Yogyakarta, 2001

Perkembangan jurnalistik radio di Indonesia mulai dari era ORBA sampai dengan era reformasi menunjukan adanya kebangkitan jurnalistik radio. Pembahasan buku ini meliputi berita radio, wawancara radio, majalah radio, bentuk-bentuk siaran berita radio, penyiar dan reporter profesional, etika profesional hingga perkembangan radio internet.
Media radio memiliki tiga fungsi yaitu informasi, pendidikan dan hiburan. Fungsi informasi berupa berita radio. Berbicara jurnalistik radio pada dasarnya sama dengan jurnalistik media cetak. Perbedaannya terletak pada segi bahasa dan karakter jurnalistik radio yang cepat atau segera. Karena sifat radio auditif, maka harus memenuhi persyaratan khusus. Yaitu lokal emosional, personal, selintas, fokus dan antidentil, imajinasi dan fleksibel. Sedangkan dari segi bahasa, jurnalistik radio menggunakan bahasa tutur. Karena radio merupakan media audio sehingga dibutuhkan bahasa tutur yang mampu menunjukkan suatu berita tersebut seolah-olah hidup.
Buku ini menjelaskan bagaimana mencari berita, mengolah berita dan menyajikan berita melalui media radio atau proses produksi berita radio. Dalam pembahasan berita radio penulis menjelaskan bagaimana karakter berita radio, bentuk berita radio seperti berita tulis; berita sisipan; news feature dan lain-lain, struktur berita radio yang berbentuk piramida terbalik dan piramida tegak. Kelayakan berita radio yang sama dengan kaidah jurnalistik secara umum, penulisan berita radio dan presentasi berita radio.
Buku ini dapat dijadikan panduan praktis bagi siapa saja yang tertarik untuk terjun ke dalam profesi jurnalistik radio. Sebab buku ini menjelaskan aktivitas-aktivitas jurnalistik radio. Aktivitas berita radio, majalah radio yang meliputi paket-paket acara radio, contoh-contoh bentuk siaran berita radio, para pelaku jurnalistik radio seperti penyiar, reporter dan pelaku lainya hingga etika profesional. Pembahasan dalam buku ini dijelaskan secara umum belum mendetail terutama masalah majalah radio. Buku ini cenderung membahas banyak dan cukup detail tentang berita radio.sehingga dapat dijadikan referensi bagi para reporter radio. Namum tidak menutup kemungkinan bagi semua orang untuk menjadikan buku ini sebagai panduan praktis.

2/12/2009

Dari Ruang Utama Hingga Anak Tangga ikuti kuliag budaya gratis



Sabtu pagi itu Gedung Lengkung Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada dipenuhi dengan orang-orang. Mulai dari tua hingga muda. Mulai dari rektor, dosen, mahasiswa hingga masyarakat biasa. Baik dari UGM atau luar UGM. Bahkan beberapa tokoh budaya dan sosial turut hadir dalam event tahunan yang selalu diadakan UGM. Rupanya hari itu, sang Direktur Sekolah Pasca Sarjana UGM akan mengisi kuliah. Mungkin terdengar biasa?Tapi yang luar biasa dia akan mengisi kuliah mulai dari pagi hingga sore hari. Gratis pula. Jadi tak heran betapa besar antusiasme peserta. Sudah gratis dapat ilmu pula.
Beberapa peserta sedang mengantre mendaftar ulang kembali. Antrean cukup panjang pun terbentuk. Para peserta juga telah memenuhi ruang utama di lantai lima. Pihak panitia juga telah menyediakan kursi tambahan di luar ruang utama dengan memberikan layar LCD. Mulai dari lantai lima hingga lantai empat kursi tambahan juga sudah penuh.
Pagi itu pukul sembilan lebih sedikit acara dimulai. Tarian Saman menyambut pembukaan kuliah budaya gratis yang akan diisi oleh seseorang yang memiliki kedudukan penting di UGM. Seorang Guru Besar Antropologi UGM sekaligus Direktur Sekolah Pasca Sarjana UGM. Tak lain dan tak bukan adalah Prof. Dr. Irwan Abdullah. Tepuk tangan riuh pun juga menyambut profesor yang berasal dari Aceh ini.
Acara yang mengangkat judul “Kuliah Kebudayaan Sehari Bersama Prof. Dr. Irwan Abdullah.” : GRATIS ini terbagi dalam lima sesi. Sehingga peserta yang telat di sesi pertama bisa mengikuti kuliah sesi berikutnya. Materi yang diulas dalam kuliah budaya ada lima yaitu Konteks Lokalisasi, Nasionalisasi, Globalisasi: Budaya Generik vs Diferensial; Konstruksi Budaya atas Realitas; Reproduksi Budaya; dan Masa Depan Studi Budaya.
Kebudayaan merupakan blue print yang telah menjadi kompas dalam perjalanan hidup manusia, ia menjadi pedoman tingkah laku. Keberlanjutan kebudayaan untuk melihat bagaimana proses pewarisan nilai itu terjadi. Seperti yang dibayangkan Clifford Geertz bahwa budaya itu, “merupakan pola dari pengertian-pengertian atau makna-makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol dan ditransmisikan secara historis. (Abdullah, 2007: 1). Aspek kesejarahan dalam budaya ini merupakan bahan diskusi kebudayaan yang belum selesai karena dinamika dalam pengertian dan makna belum menjadi wilayah diskusi kebudayaan secara mendalam. Untuk itulah, kuliah kebudayaan ini diselenggarakan.
Meskipun kuliah telah dimulai tetapi masih banyak peserta yang terus berdatangan. Mereka masih turut serta dalam barisan antrean panjang untuk membubuhkan namanya di kertas daftar ulang. Tapi nampaknya kursi yang talah disediakan oleh panitia sudah penuh semua. Tidak ada satu pun kursi yang kosong. Nampaknya peserta telah melampaui kuota yang ditetapkan panitia. Mereka akhirnya berdiri. Namun tak lama kemudian ada beberapa peserta memilih duduk di anak tangga yang menuju ke lantai lima dan empat. Tempat yang lumayan untuk meletakkan badan daripada harus berdiri. Alhasil anak tangga tersebut dipenuhi para peserta. Tetapi ada juga yang rela duduk lesehan bersila di lantai di depan layar demi menyimak kuliah dari seorang antropolog yang telah melakukan penelitian di berbagai tempat di Indonesia dan Asia Tenggara.
Pengisi kuliah ini tidak hanya dari pandangan Prof. Dr. Irwan Abdullah saja, tetapi dia juga mengundang beberapa pelaku budaya seperti Didik Nini Thowok. Serta dosen tamu yaitu Wening Oedasmoro, Agus Indiyanto dan Zamzam
Pemosisian kebudayaan sebagai sistem simbol ini mengandung persoalan penting yang kemudian menjadi dasar argumen Kuliah Kebudayaan bersama Prof. Dr. Irwan Abdullah. Pertama, tentang batas-batas dari ruang budaya yang mempengaruhi pembentukan simbol dan makna yang ditransmisikan secara historis. Kedua, batas-batas dari kebudayaan yang menentukan konstruksi makna dipengaruhi oleh kekuasaan yang melibatkan sejumlah aktor. Ketiga, pola hubungan kekuasaan yang diejawantah dalam identitas kelompok dan kelembagaan, yang menjadikannya realitas obyektif dan menentukan cara pandang kelompok. Keempat, identitas yang terbentuk melalui serangkaian simbol selain diterima juga menjadi obyek pembicaraan, perdebatan, dan gugatan yang menegaskan
Para peserta masih menyimak dengan serius. Tetapi ada juga yang sibuk ngobrol dengan temannya. Mungkin kedatangannya cuma ingin mengetahui suasana saja. Jadi tak perlulah mereka menyimak kuliah yang sesungguhnya menarik. Menarik karena ulasan budaya ada di sekitar kita.
Kuliah yang dikemas dengan multimedia dan pengemasan yang menarik membuat para peserta enggan meninggalkan kuliah. Tapi waktu juga-lah yang akan menjawabnya.
Dalam ulasan materi kuliah budaya generik vs diferensial, Irwan menjelaskan bahwa budaya di Indonesia cenderung mengarah ke budaya generik. Budaya yang diperoleh secara turun temurun bisa melalui agama dan orang tua. Namun budaya generik tersebtu gagal diterapkan atau diturunkan. Sebab budaya diferensial yang diperoleh dari luar,misal jalan, dan berbagai media lebih menarik. Tapi sayang budaya diferensial tidak semuanya membawa ke arah yang positif.
Tak hanya paparan materi yang diungkapkan Irwan. Dia juga mengambil beberapa contoh sikap dalam kehidupan sehari-hari yang tak kita sadari. Misal cara kita berbicara dan bersikap. Tak jarang gurauan pun turut diselipkan Irwan saat menjelaskan materi kuliahnya.
Berbagai contoh juga diberikan dengan gambar-gambar visual serta video melalui layar multimedia yang telah disediakan. Apa lagi saat ulasan materi mengambil contoh cuplikan film “God Must be Crazy I” yang diputar dengan durasi sekitar lima belas menit. Selain untuk memberikan contoh, film ini cukup menghibur para peserta. Film yang memang lucu namun sarat dengan nilai budaya yang dapat di ambil.
Menjelang siang hari para peserta sudah menunjukan gelagat “kebosanan” dan kelelahan. Para peserta sudah ada yang mulai meninggalkan lokasi. Terutama peserta yang ada di luar ruang seminar. Tapi ada juga yang masih bertahan untuk mengikuti kuliah. Kalau bukan karean kecintaan pada tema yang diangkat, mungkin beberpa orang yang tersisa tersebut sudah meninggalkan lokasi.
Kuliah Kebudayaan Sehari Bersama Prof. Dr. Irwan Abdullah ini bisa dibilang sukses. Pasalnya peserta yang mengikuti kuliah melampaui kuota yang telah ditetapkan panitia. Bahkan para peserta rela mengikuti kuliah walaupun tidak dapat tempat duduk. Dari ruang utama, ruang seminar hingga anak tangga di luar ruang utama mereka duduk untuk menyimak kuliah. Sungguh antusiasme yang tinggi, yang menunjukan betapa masyarakat haus akan pendidikan.

pengantar buku yang "hidup"



Bagi seorang redaktur senior majalah Gatra Yudhistira ANM Massardi, menulis feature adalah makanan sehari-harinya. Jadi tidak heran bila tulisan pengantar buku yang berjudul ”Menulis Feature” karya Septiawan Santana menjadi hidup. Tidak seperti pengantar buku pada umumnya yang menggunakan kata-kata rumit bergaya akademis yang dapat mengerutkan dahi pembacanya, Yudhistira justru sebaliknya. Dia menggunakan kata-kata yang mudah dicerna namun tetap mampu memberikan penjelasan mengenai apa itu feature.
Yudhistira mengawalinya dengan sebuah pernyataan, menulis itu tidak susah tapi juga tidak mudah. Begitu juga dengan menulis feature. Semua itu tergantung dari pribadi masing-masing. Sebab, dalam menulis khususnya feature membutuhkan kemampuan bercerita berdasarkan fakta. Membutuhkan keluasan wawasan dan daya kreatif sehingga pembaca serasa membaca novel atau cerita. Padahal sesungguhnya yang dibaca adalah berita. Karena feature termasuk karya jurnalistik maka keakuratan feature harus tetap dijaga.
Feature adalah satu teknik penulisan yang sifatnya mengisahkan. Dalam menuliskan feature yang diperlukan adalah fakta-fakta mengenai sebuah peristiwa yang ditulis menggunakan perangkat sastra dan tetap akurat. Namun tidak boleh memiliki banyak makna dan menyimpang dari fakta yang ada. Lantas bagaimanakah menulis feature? Menurut Yudistira buku ”Menulis Feature” karya Septiawan Santana dapat memberikan sejumlah panduan mengenai penulisan feature. Selain itu, buku tersebut juga memberikan contoh karya feature yang cukup banyak. Sehingga dapat membantu kalangan pemula untuk lebih memahami seperti apa feature itu.
Menulis feature menjadi pilihan Yudhistira. Sebab nota bene Gatra adalah majalah mingguan yang terbit beberapa hari setelah peristiwa terjadi. Bahkan banyak peristiwa yang sudah dilahap berita harian. Oleh sebab itu wartawan media berkala harus memiliki kemampuan menceritakan kembali sebuah peristiwa menggunakan kata-kata yang kaya warna dan nuansa. Sehingga pembaca tetap tertarik meskipun suatu peristiwa sudah terjadi beberapa hari yang lalu.
Selain menguraikan feature, Yudhistira memberikan sentuhan yang membuat pengantar buku tersebut menjadi hidup. Sentuhan itu berupa beberapa celetukan pertanyaan dan komentar yang mungkin sejalan dengan pembaca setelah membaca pengantarnya. Seperti pertanyaan yang terdapat dalam paragraf ke enam yang berbunyi “Sesulit itukah menulis feature?”
Menurut Yudhistira, kekuatan feature ada pada penggambaran situasi dan suasana secara rinci. Hal tersebut senada dengan pengantar yang diberi judul ”Gambarkan, Bukan ceritakan”. Jadi kekuatan feature ada pada penggunaan kata yang hidup, seperti kata berkeringat, beraroma, meremas perasaan dan lain-lain. Begitu pula dengan penjelasan pengantar tersebut digambarkan oleh Yudhistira. Dia menjelaskan bahwa dalam menulis feature pandangan mata harus menjadi lensa kamera dan kata-kata menjadi gambar yang hidup. Feature adalah karya tulis namun kalimatnya harus menjadi karya visual terfokus, lugas dan tidak bertele-tele.
Dalam pengantar ini, Yudhistira tidak ”melulu” menguraikan feature. Tapi dia juga memberikan tiga tips untuk belajar menulis feature yakni dengan banyak membaca buku. Sebenarnya tips tersebut hanya satu yakni banyak membaca buku. Namun diulang sampai tiga kali. Pengulangan tersebut berfungsi untuk menegaskan sekaligus menarik. Dengan tegas pula Yudhistira menekankan tanpa baca jangan harap bisa tulis.
Layaknya feature, pengantar tersebut juga dikisahkan. Hal tersebut tampak dari cara Yudhistira menuliskan uraian dengan menggunakan kata-kata yang imajinatif. Seperti pada salah satu paragraf dalam tulisan pengantar tersebut yang mengibaratkan feature dengan tubuh manusia. Penggambaran tersebut tampak dari kalimat yang berbunyi dimulai dengan membuat judul yang ”bergincu” dan menggoda, lalu tulis pembuka yang ”menggigit” lalu goyangkan dengan dan hiasi tubuh cerita dengan ungkapan dan kutipan yang ”menggelitik” kemudian tamatkan kisah dengan sentakan yang ”memabukkan”! Kalimat tersebut menggambarkan bagaimana feature dituliskan. Kata-kata tersebut digunakan untuk menarik minat pembaca serta untuk memudahkan pembaca memahami bagaimana feature dituliskan.
Di akhir pengantar tersebut dia bergumam layaknya pembaca ”uh..menulis itu memang tidak gampang ya?”. Gampang kok. Baca buku ini dan menulisah sekarang juga! Di paragraf terakhir inilah Yudhistira menggiring pembaca untuk memnbaca buku ”Menulis Feature” karya Septiawan Santana. Sebuah pengantar yang hidup yang diakhiri dengan semangat mangajak pembaca agar segera menulis.