2/26/2017

Jasa Reparasi Ketik Manual, Bertahan di Era Digital

TANGAN Widodo Budi Santoso(57) terlihat sibuk memutar mur dengan obeng membuka mesin mesin ketik manual. Besi-besi pencetak huruf ia bersihkan dari sisa-sisa noda dari pita tinta. Sesekali dia mendirikan badan mesin ketik untuk  mengecek bagian dalam mesin.
Ya itulah aktivitas jasa reparasi yang dilakoni Widodo sejak tahun 1989 sampai sekarang. Di tengah perkembangan teknologi komputer dan era digital yang memudahkan dalam mengetik tulisan, pekerjaannya masih bertahan. Jasanya masih diandalkan di sejumlah instansi di Pemkab Sleman.
"Memang sejak ada komputer dan laptop, konsumen berkurang. Omset turun separohnya. Tapi sekarang masih ada yang pakai," papar Widodo di sela kesibukannya memperbaiki mesin ketik manual di Kantor Pemkab Sleman, (18/8/2015)
Warga Jodag RT 04 RW 11 Sumberadi, Mlati, Sleman itu menyebut saat ini kebanyakan instansi kantor pemerintah yang banyak menggunakan jasanya. Terutama untuk kebutuhan me ngetik kuitansi yang lebih praktis memakai mesin ketik manual. Sedangkan dari warga hanya satu sampai dua orang saja.
Di tengah era digital diakuinya tidak mudah mencari onderdil untuk memperbaiki mesin ketik manual. Dia biasanha mengandalkan onderdil dari mesin ketik yang ia miliki. Menurutnya bagian mesin ketik manual yang cukup sulit dicari adalah letter yakni bagian untuk menghasilkan huruf dari mesin ketik.
"Selama ini perbaikan saya kanibalkan dengan mengambil onderdil mesin ketik manual lain," ucap bapak 4 putri itu.
Selama ini mendapatkan mesin ketik manual dari mengikuti lelang alat tulis aset kantor pemerintah yang dilelang. Dia menuturkan harga mesin ketik manual produk Jepang kini dijual kisaran Rp 2 juta.Sedangkan produk Tiongkok di kisaran Rp 1 juta.
Tarif reparasi yang ia pasang tergantung dari kerusakan. Jika reparasi biasa atau pemeliharaan ia memasang tarif Rp 100 ribu. Sedangkan yang paling mahal Rp 400 ribu.
Kemampuannya memperbaiki mesin ketik manual ia dapatkan dari kakaknya. Butuh waktu tiga tahun bagi dirinya untuk mandiri memperbaiki mesin ketik tersebut setelah Ikut kakaknya. Saat muda selain di Pemkab Sleman dia juga menyasar di Pemkab Bantul.
Meskipun kini suami dari Endah Puryani (51) sudah memiliki pekerjaan lain yang lebih menghasilkan, dia tetap mempertahankan pekerjaan jasa reparasi mesin ketik manual. Baginya mesin ketik manual sudah berjasa menumpu kehidupan keluarganya dulu.
"Tetap akan saya pertahankan. Karena mesin ketik adalah yang menghidupi saya sejak awal," pungkasnya.(Tri)
TRI DARMIYATI
Widodo masih eksis di era digital memperbaiki mesin ketik manual 

2/25/2017

Menyusuri Pesona Laguna Pengklik


HAMPARAN laguna dan pemandangan hijau yang membentang langsung menyambut saat memasuki muara Sungai Opak dan Oya di Desa Srigading, Sanden, Bantul. Beberapa perahu sudah bersiap di dermaga mengantar para wisatawan. Air yang tak berombak dan keberadaa.n hutan mangrove menambah keindahan perjalanan menyusuri laguna. Keindahan alam laguna itu berubah keemasan menjelang matahari terbenam. Permukaan air muara sungai itu memantulkan langit senja yang mempesona. 
Ya keindahaan menyusuri air dengan perahu tanpa takut ombak laut itu dapat dinikmati di wisata air, Laguna Pengklik. Muara sungai itu berada di sebelah timur Pantai Samas. Pengunjung dapat menyusuri laguna dengan menyewa perahu. Tak perlu merogoh kocek mahal, karena tarif naik perahu hanya Rp 10 ribu dengan rute sekitar 5 km. 
“Ini memang keterpaduan wisata Pengklik dan hutan mangrove. Karena awal masuk hutan mangrove dengan parahu di dermaga Pengklik,” kata Ketua II Keluarga Pemuda Pemudi Baros selaku pengelola kawasan hutan mangrove Baros, Junianto Handoko, belum lama ini. 
Rute perahu dari dermaga Pengklik melaju ke timur. Pemandangan hutan mangrove atau bakau di Dusun Baros terhampar indah dipadu dengan langit biru yang luas. Namun sayang, di beberapa titik hutan mangrove itu terdapat tumpukan sampah. Hal itu tidak mengherankan karena kawasan itu merupakan hilir dari sungai-sungai di utara DIY. 
Tidak hanya menyusuri laguna. Wisata alam ini juga memadukan edukasi alam hutan mangrove. Tiba di kawasan hutan mangrove Baros, para wisatawan bisa menyaksikan lebih dekat hutan mangrove. Bahkan bisa terlibat menanam bibit pohon mangrove karena pengelola rutin melakukan penanaman pohon bakau.
“Penanaman hutan mangrove sejak tahun 2003 dan luasanya kini lima hektare. Sekarang dikembangkan wisata edukasi dengan memanfaatkan lahan pertanian peternakan, menangkap ikan dan bagaimana melestarikan hutan mangrove,” paparnya. 
Setelah rute ke hutan mangrove, perahu menyusuri laguna, kembali ke dermaga Pengklik. Lelah menyusuri, saatnya mengisi perut dengan sajian kuliner ikan laut dan kepiting di gazebo yang mengapung di sisi barat dermaga Pengklik. Belum berakhir wisata ini tanpa bersantai di gardu pandang di Pengklik dan berfoto ria di tepi Laguna Pengklik. Ya wisata ini bisa menjadi objek alternatif selain wisata pantai selatan di Bantul.
Lurah Desa Srigading Wahyu Widodo menuturkan pembangunan Laguna Pengklik itu menjadi titik ungkit wisata di kawasan Pantai Samas. Seperti diketahui, Pantai Samas yang dulu tenar kian terpuruk dengan perkembangan wisata Pantai Parangtritis dan pantai lain. Ditambah citra buruk masa lalu prostitusi di Samas yang sekarang telah dibubarkan. “Kunjungan wisatawan Samas ada di urutan paling bawah. Ini menjadi keprihatinan masyarakat Srigading. Untuk mengatasi itu warag membangun sentra kuliner di Pengklik sebagai titik ekowisata. Saat ini kuliner apung memberdayakan belasan istri para nelayan,” pungkas Widodo.(Tri)

2/21/2017

Tuna Netra Bukan Halangan Jadi Musisi, Mendengar Kunci Fauzi Belajar 


PERMAINAN musik orkestra para siswa SMKN 2 Kasihan, Bantul yang memeriahkan serah terima jabatan Bupati Bantul periode 2016-2021 memukau para tamu undangan. Mulai dari lagu kebangsaan, nasional sampai lagu-lagu pop romantis. Semua pemain musik terlihat serius dan asyik memainkan alat musik masing-masing. Sekilas dari deretan para pemain biola ini tampak sama. Namun jika diperhatikan dengan seksama salah satu dari deretan violinist itu adalah penyandang tuna netra.
Ya dia adalah Fauzi Muhammad Haidi (17) siswa kelas XI SMKN 2 Kasihan. Tidak seperti pemain biola umumnya yang sesekali matanya melihat kertas partitur berisi not-not balok. Mata Fauzi sedikit tertutup, tapi jari-jarinya handal menekan senar biola dan tangan kanannya menggesek senar. Meskipun tak melihat kertas partitur, gerakan gesekan biolanya seirama dengan teman-teman sesama violinist  lain.
Tidak hanya main biola, di beberapa lagu, Fauzi bergeser tempat duduk ke belakang dan bermain keyboard. Dia pun sanggup memainkan keyboard dengan cukup mahir. Baginya musik adalah jiwa yang membuatnya termotivasi untuk belajar memainkan alat musik. Meskipun kondisinya terbatas tidak bisa melihat, tapi itu tidak menjadi halangan.
“Saya belajar tidak dengan not balok. Saya hanya mendengar saja. Lama-lama hafal nadanya,” ujar Fauzi usai bermain di Kompleks Parasamya Kantor Bupati Bantul beberapa hari lalu.
Fauzi belajar bermain musik sejak usia 7 tahun atau kelas 1 SD. Tidak hanya bermain biola dan piano, dia juga  bisa bermain gitar, bas dan drum.  Menurutnya alat musik yang paling sulit dimainkan adalah biola. Dia membutuhkan waktu 1 tahun untuk bisa bermain biola.
“Biola yang paling sulit. Cara menggeseknya. Butuh perjuangan yang lama dan kuat. Tapi karena saya tertarik banget dengan musik saya terus belajar,” tambah Fauzi yang tinggal di Jalan Madubroto, Patangpuluhan, Yogyakarta itu.
Tidak mengherankan dia memilih sekolah di SMKN2 Kasihan Bantul yang selama ini dikenal sebagai sekolah musik di DIY. Tak berhenti sebagai pemain biola, dia ingin menjadi arranger atau pengaransemen lagu. Meskipun kini dia mengaku belum menciptakan lagu, tapi ia optimis bisa mencapai impiannya mengaransemen lagu.
“Impian saya jadi arranger yang mengaransement lagu. Senang aja. Kalau menciptakan lagu, sekarang belum. Tapi saya yakin,” tambah Fauzi,
Salah seorang guru SMKN 2 Kasihan yang juga konduktor orkestra, Sapta Keswara Kusbini menilai sulit mendapatkan siswa seperti Fauzi dengan keterbatasannya tapi mampu mendulang prestasi. Lantaran Fauzi tuna netra, untuk mengajarkan alat musik biola dilakukan dengan mendengarkan gesekan biola.
“Fauzi itu membaca dengan telinga. Makanya bukan kami ajarkan not balok. Tapi dengan menggesek dan mendengar. Ketajaman pendengarannya luar biasa. Sekali diajari langsung bisa,” kata Sapa.
Menurutnya di sekolah Fauzi dikenal rendah hati dan tidak neko-neko. Di sekolah Fauzin juga banyak teman karena dia siswa yang dianggap asik oleh teman-temannya.<B>(Tri)<P>
Fauzi Muhammad Haidi saat bermain biola dengan teman-teman orkestra SMKN 2 Kasihan Bantul, dalam acara serah terima Bupati Bantul.