Dan akhirnya aku memutuskan untuk menerima permintaanya untuk bertemu. I have to finish unfinished part itu alasan kuat aku bersedia menemuinya. Setelah 6 tahun aku dan dia tidak bertemu dan berkomunikasi. Tapi permintaanya untuk datang ke rumah aku tolak dan kami bertemu di sebuah kedai susu tidak jauh dari rumah.
Hujan malam itu sudah reda dan akhirnya aku memantabkan hati kembali dan bismillah menemuinya sebagai bentuk menjaga silaturahmi. Yup dan semuanya mengalir tanpa ada perasaan deg-degan dan takut menatap matanya seperti dulu.
Dia datang lebih dulu dan memilih meja saat aku akan berangkat dari rumah. Tiba di lokasi aku langsung melihat sosok berkaca mata dan kurus di deretan meja depan kedai. Dia tetap terlihat dingin dan "software style". Beruntung dia mengenakan jaket kulit hitam (aku benci jaket kulit) Bukan kemeja atau t-shirt bergaris yang dulu selalu membuat aku "melting".
Perbincangan basa basi soal kabar, keluarga dan pekerjaan mengawali. Dia yang sibuk dengan pekerjaan dan proyeknya hingga pelatihan yang membuatanya berada di Jogja lagi dalam waktu sekitar 10 hari. Satu wataknya yang tidak berubah yakni menerima apapun meskipun haknya dirampas orang lain. Ini yang bikin aku gemes dan selalu emosional sendiri dulu. Ia juga menanyakan terkait pekerjaanku kini. Semuanya mengalir tanpa ada "gelut".
Ia juga menceritakan keluarga kecilnya yang terpaksa ia tinggal karena jarak jauh pekerjaan. Aku senang kini dia terlihat bahagia dan bisa menikmati kehidupan. Pembicaraan semakin lebar sampai dia mengarahkan pertanyaan soal kehidupan pribadiku (Kau tak berhak tanyakan keadaanku lagi. Ya apalagi soal pasangan hidup).
"Gimana kamu sudah ada pandangan kan" Pertanyaan itu langsung aku jawab, aku belum menemukan orang yang cocok. Dan dia mulai menguliahi aku dengan pemikirann seperti kebanyakan orang. "Kalau usia 30 tahun itu rawan persalinan kelahiran" istriku pernah keguguran..tak suruh berhenti kerja.
bla..bla..bla,, Dan disitulah aku mulai beda pendapat. "Soal kelahiran itu urusan Allah. Usia bukan sepenuhnya, jika Allah berkehendak dilancarkan. Lagian usiaku belum kepala tiga. Dia hanya tersenyum kecil. (masih seperti dulu saat aku selalu menggebu-gebu berdebat dengannya, ia lebih memilih senyum atau kadang memegang kepalaku). Tapi riak perbincaangan itu tak berlangsung lama. Kami memilih membicaarkan soal teman-teman lama.
Satu hal yang membuat aku sedikit bertanya dan berpikir ketika dia bilang akan menghapus perbincangan pesan singkat kami di ponselnya, (heloo itu ngapain disampaikan ke aku, kalau mau hapus-hapus aja kali. Aku aja menghapus pesannya tidak bilang-bilang). Dasar mahkluk Mars suka aneh. Apa dia yang baper atau mau membuat aku baper. Salah itu, aku sudah lulus dari baper.
Setelah hampir dua jam, saat segelas susu jumbo miliknya tandas dan teh sere serta pisang coklatku tersisa, kami memutuskan menyudahi perbincangan. Yup akhirnya aku bisa melewati masa lalu dan first love dengan lancar. Nggak pakai baper lagi.
Masa lalu firts love memang sulit dilupakan. Tapi bukan berati harus "membanting pintu keras" untuk melupakan dan menolak apapun tentangnya. Tapi cukup diletakan di sudut belakang dan dibungkus plastik hitam. Jangan ditengok. Kalau datang ya dilihat tapi jangan kembali ke belakang. Fokus ke depan. Hore lulus baper firts love.
PS : Tapi soal karakter dan tipe seperti dia yang dingin, pintar dan berkacamata kotak seperti Conan sulit dihilangkan. Ini aku belum lulus-lulus, hihihi..