4/10/2016

Bahasa Isyarat Jadi Jembatan


TANGAN - tangan Ramadhany Rahmi (24) terlihat bergerak ke depan maupun ke samping. Jari-jarinya dikepal dan kadang ditekuk hingga membentuk serupa huruf-huruf alphabet. Sesekali dia menggerakan bibir dan mengucap kata tanpa bersuara.
Ya Ramadhany atau yang akrab disapa Madha ini bukan sekadar menggerakkan tangan atau bermonolog. Dia sedang berkomunikasi dengan bahasa isyarat kepada para penyandang tuna rungu. Meskipun tidak mampu mendengar dan berbicara secara jelas, bukan berati para penyandang disabilitas pendengaran itu tak bisa berkomunikasi.
"Jangan pernah memandang tuli tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka bisa melakukan seperti yang kita lakukan. Hanya mereka tidak bisa mendengar," tutur Madha di sela kegiatan penyandang disabilitas di Pemkab Sleman belum lama ini.
Menurut Madha meskipun tidak bisa mendengar, penyandang tuli bisa merasakan perlakuan orang kepada mereka. Pada moment hari penyandang disabilitas internasional yang diperingati tiap 3 Desember diharapkan masyarakat diskriminasi penyandang disabilitas semakin berkurang.
"Jika tidak bisa bahasa isyarat, minimal menghargai mereka dengan bersikap ramah," ujar Madha yang sejak 2013 menjadi juru bahasa isyarat itu.
Walapun dirinya maupun keluarga tidak ada yang menyandang tuli, Madha tertarik menekuni bahasa isyarat. Gadis berjilbab asal Purwokerto itu awalnya belajar bahasa isyarat dari media sosial You Tube. Kemudian dia bergabung dengan komunitas penyandang tuna rungh Deaf Art Community untuk memperdalam bahasa isyarat.
"Awalnya dari nonton film. Aku tertarik bahasa isyarat karena bagus. Tidak seperti berbicara pada umum. Orang tuli senang dengan orang yang bisa bahas isyarat. Tapi tidak semuanya yang tuli bisa bahasa isyarat," papar Madha yang kini bekerja di beberapa Lembaga Sosial Masyarakat terkait disabilitas itu.
Untuk menguasai bahasa isyarat, dasar-dasar alphabet isyarat setidaknya harus dikuasai. Kemudian gerakan-gerakan isyarat untuk menggambarkan suatu benda juga diperlukan. Selain itu dibantu denga gerak bibir, gestur dan ekspresi wajah. Dia paling senang jika penyandang tuli paham dan merespon isyaratnya.
"Sulitnya itu kalau pembicara cepat dan menggunakan bahasa ilmiah atau terlalu tinggi," kata lulusan jurusan Hubungan Internasional UMY itu.
Walaupun dalam beberapa kegiatan dia mendapatkan honor dari menjadi juru bahasa isyarat, dia kadang melakukannya secara sukarela. Terutama untuk membantu teman tuli mendapatkan informasi.
Dia sudah sampai ke Bali dan Australia untuk membantu menerjemahkan bahasa isyarat kawan-kawan penyandang tuli. Setelah hampir 3 tahun menekuni isyarat dia tetap ingin belajar terus mendalami.(Tri)