Innalillahi wa Ina ilaihi rojiun. Telah meninggal dunia dengan tenang bpk Nurhadi Pemred Merapi Sabtu (28/9) pukul 03.00 Wib..
Sungguh aku masih tidak percaya dengan pesan itu. Sampai kubaca pesan itu dua kali. Kenyataannya itu benar. Tiba-tiba aku terbayang tentang beliau. Dua hari lalu aku masih melihatnya di kantor. Beraktivitas seperti biasanya. Hanya raut mukanya terlihat letih. Tapi Dia masih sempat mengingatkan salah satu kru redaksi agar tidak merokok di ruang kantor yang ber-AC.
Seminggu lalu ak juga sempat ngobrol dengan beliau sebentar usai jalan sehat. Dia juga sempat tersenyum kepadaku saat melihat aku dapat undian DVD player. Ternyata itu senyum terakhir yang aku lihat.
Aku langsung beranjak mandi dan bergegas menuju rumah duka. Saat sholat jenazah aku sempat menahan tangis. Di depanku terbujur tubuh beliau berselimut kain jarik. Masih saja aku tak percaya itu beliau.
Aku mengenal beliau sejak pertengahan tahun 2009 saat pertama kali bergabung di Koran Merapi. Kesan pertama pak Nur itu galak. Setiap reporter yang dipanggil namanya selalu heboh. Masalahnya suaranya begitu lantang. Apalagi saat jam-jam deadline, pasti langsung pada heboh.
Namun setelah mengenalnya dalam beberapa bulan, beliau orangnya ramah, terbuka dan demokratis. Sifatnya memang tegas. Dia selalu meminta reporter untuk membaca ulang setiap berita yang sudah dimuat. Pada awal pertama aku masuk Merapi, bahkan beliau memberikan masukan langsung jika ada kesalahan dalam penulisan berita.
Dia juga mengapresiasi jika ada reporter yang berhasil memperoleh berita bagus. Mendorong kami untuk menjalankan profesi wartawan secara professional. Dia mengatakan menjadi wartawan itu harus siap kerja tanpa kenal jam. Selalu berupaya mencari di lapangan. Kroscek dan re cek berita dan tulis dengan benar.
Setiap rapat redaksi Dia juga mendorong kami untuk mengusulkan ide-ide berita. Meski tegas beliau juga doyan ketawa "guyon" dengan kami.
Saat kantor dalam keadaan terpuruk ia hadir membesarkan hati kami agar tetap semangat berkarya. Padahal ak tahu sebenarnya, beliau sendiri juga tidak mudah menghadapinya.
Dia mengibaratkan perjuangan itu harus seperti pertandingan bola. Setiap menit berati untuk diperjuangkan. Setiap menit keadaan bisa berubah dari keterpurukan jadi kemenangan. Oleh sebab, itu jangan pernah mati harapan kata beliau.
Dia juga mengupayakan hak-hak reporter dipenuhi pihak manajemen perusahaan. Misalnya hak uang THR bagi reporter yang belum dikontrak.
Dua bulan ini ak cukup sering bertemu dengannya. Dia menugaskan aku meliput semua agenda tentang Udin. Sebagai anggota TPF kasus Udin ia pun aktif memperjuangkan penyelesaian kasus itu.
Setiap berita Udin, kuserahkan padanya untuk dikoreksi. Namun mulai hari ini tidak ada koreksi darinya. Hari ini engkau yang kutulis. Bukan sebagai narasumber TPF, tapi kepergiam nyawamu selamanya.
Keranda jenazahmu diletakkan dan diiringi doa para pelayat. Air mataku kembali mengalir. Jenazah lalu dimasukan dalam mobil ambulance untuk dimakamkan.
Selamat jalan Pak Nurhadi. Semoga khusnul khotimah..
Semangat dan harapan akan tetap hidup.....