YOGYA(MERAPI)- Banyaknya remaja dan anak putri yang hilang dan menjadi korban pemerkosaan setelah berkomunikasi dengan teman di situs jejaring sosial adalah salah satu kurangnya kontrol diri. Remaja memiliki hormon yang masih bergejolak sehingga membuatnya kurang mampu mengontrol diri dan memanfaatkan Facebook dengan baik.
Demikian dikemukakan oleh Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sarjana Wiyata Yogyakarta Dra S. Hafsah Budi A Spsi Msi. Dia menjelaskan, awalnya Facebook sebagai situs untuk silaturahmi dan menjalin komunikasi dengan teman lama dan baru. Dalam perkembangannya Facebook telah menjadi gaya hidup di kalangan remaja yang haus akan eksistensi diri untuk diakui masyarakat. Sehingga jika tidak bergabung dan mengaksesnya dianggap tidak gaul.
“Saat menggunakan Facebook dalam jangka lama akan membuat ketergantungan dan pengguna akan larut. Orang dewasa saja bisa larut. Apalagi remaja yang memiliki gejolak hormon tinggi dan anak-anak yang mempunyai rasa ingin tahu tinggi. Jadi mudah terpengaruh,” kata Dra S Hafsah kepada Merapi di kantornya Rabu (17/2).
Dia menambahkan, komunikasi di Facebook dalam perkembangannya muncul keisengan. Keisengan inilah yang menjadi peluang tindakan merugikan. Pada dasarnya dampak yang ditimbulkan dari mengakses Facebook dan mengakses gambar porno di internet sama. Justru di Facebook komunikasi intensif lebih bisa terjalin.
“Sapaan dan empati secara intens antara remaja dengan teman yang dikenal di Facebook, membuat semakin akrab dan mudah diajak untuk bertemu dan pergi bersama. Padahal perlu diwaspadai, karakter orang di Facebook tidak selalu benar. Artinya bisa saja menipu, karena ekspresi wajah saat berkomunikasi di Facebook tidak terlihat,” terang Konsuler masalah perempuan dan anak lembaga kosultasi Psikologi Rekso Diah Utami itu yang belum lama ini menangani anak SD korban Facebook.
Menurut Hafsah untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan peranan dari berbagai pihak. Orangtua yang paling utama. Pendampingan penggunaan internet dan akses Facebook adalah yang utama. Sebaiknya orangtua memberi kegiatan yang mengandung tiga hal yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Para remaja juga harus memastikan identitas dan kebenaran teman yang dikenal di Facebook sebelum diajak bertemu.
“Sebaiknya orangtua juga jangan memberi handphone untuk anak usia SD. Apalagi yang berfaslitas internet. Sebab anak akan lebih mudah dan lebih bebas mengakses situs porno dan Facebook dengan orang asing. Peranan terbesar seharusnya dari pemerintah untuk melindungi pengguna internet atau teknologi lain bagi para penggunanya, khususnya di kalangan anak-anak,” pungkas Hafsah.(Tri)
Demikian dikemukakan oleh Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sarjana Wiyata Yogyakarta Dra S. Hafsah Budi A Spsi Msi. Dia menjelaskan, awalnya Facebook sebagai situs untuk silaturahmi dan menjalin komunikasi dengan teman lama dan baru. Dalam perkembangannya Facebook telah menjadi gaya hidup di kalangan remaja yang haus akan eksistensi diri untuk diakui masyarakat. Sehingga jika tidak bergabung dan mengaksesnya dianggap tidak gaul.
“Saat menggunakan Facebook dalam jangka lama akan membuat ketergantungan dan pengguna akan larut. Orang dewasa saja bisa larut. Apalagi remaja yang memiliki gejolak hormon tinggi dan anak-anak yang mempunyai rasa ingin tahu tinggi. Jadi mudah terpengaruh,” kata Dra S Hafsah kepada Merapi di kantornya Rabu (17/2).
Dia menambahkan, komunikasi di Facebook dalam perkembangannya muncul keisengan. Keisengan inilah yang menjadi peluang tindakan merugikan. Pada dasarnya dampak yang ditimbulkan dari mengakses Facebook dan mengakses gambar porno di internet sama. Justru di Facebook komunikasi intensif lebih bisa terjalin.
“Sapaan dan empati secara intens antara remaja dengan teman yang dikenal di Facebook, membuat semakin akrab dan mudah diajak untuk bertemu dan pergi bersama. Padahal perlu diwaspadai, karakter orang di Facebook tidak selalu benar. Artinya bisa saja menipu, karena ekspresi wajah saat berkomunikasi di Facebook tidak terlihat,” terang Konsuler masalah perempuan dan anak lembaga kosultasi Psikologi Rekso Diah Utami itu yang belum lama ini menangani anak SD korban Facebook.
Menurut Hafsah untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan peranan dari berbagai pihak. Orangtua yang paling utama. Pendampingan penggunaan internet dan akses Facebook adalah yang utama. Sebaiknya orangtua memberi kegiatan yang mengandung tiga hal yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Para remaja juga harus memastikan identitas dan kebenaran teman yang dikenal di Facebook sebelum diajak bertemu.
“Sebaiknya orangtua juga jangan memberi handphone untuk anak usia SD. Apalagi yang berfaslitas internet. Sebab anak akan lebih mudah dan lebih bebas mengakses situs porno dan Facebook dengan orang asing. Peranan terbesar seharusnya dari pemerintah untuk melindungi pengguna internet atau teknologi lain bagi para penggunanya, khususnya di kalangan anak-anak,” pungkas Hafsah.(Tri)
Pernah dimuat di Koran Merapi Pembaruan